HEMOGLOBIN DETERMINATION
A routine test performed on practically every
patient is the hemoglobin determination. Hemoglobin
determination, or hemoglobinometry, is
the measurement of the concentration of
hemoglobin in the blood. Hemoglobin's
main function in the body is to carry
oxygen from the lungs to the tissues and to
assist in transporting carbon dioxide from the tissues to
the lungs. The formation of hemoglobin takes
place in the developing red cells
located in bone marrow.
Hemoglobin values are affected by age, sex,
pregnancy, disease, and altitude. During pregnancy,
gains in body fluids cause the red cells to
become less concentrated, causing the
red cell count to fall. Since
hemoglobin is contained in red cells, the hemoglobin
concentration also falls. Disease may also
affect the values of hemoglobin. For
example, iron deficiency anemia may
drop hemoglobin values from a normal
value of 14 grams per 100 milliliters to 7 grams per 100
milliliters. Above-normal hemoglobin values
may occur when dehydration develops.
Changes in altitude affect the oxygen
content of the air and, therefore, also
affect hemoglobin values. At higher altitudes there is
less oxygen in the air, resulting in an
increase in red cell counts and
hemoglobin values. At lower altitudes
there is more oxygen, resulting in a decrease in red cell
counts and hemoglobin values.
Methods for hemoglobin determination are many
and varied. The most widely used automated method is
the cyanmethemoglobin method. To
perform this method, blood is mixed
with Drabkin's solution, a solution
that contains ferricyanide and cyanide. The
ferricyanide oxidizes the iron in the hemoglobin,
thereby changing hemoglobin to
methemoglobin. Methemoglobin then
unites with the cyanide to form
cyanmethemoglobin. Cyanmethemoglobin produces a
color which is measured in a
colorimeter, spectrophotometer, or
automated instrument. The color relates
to the concentration of hemoglobin in the blood.
Manual methods for determining blood hemoglobin
include the Haden-Hausse and Sahli-Hellige methods.
In both methods, blood is mixed with
dilute hydrochloric acid. This process
hemolyzes the red cells, disrupting the
integrity of the red cells' membrane and causing the
release of hemoglobin, which, in turn, is
converted to a brownish-colored
solution of acid hematin. The acid
hematin solution is then compared with a color standard.
Cyanmethemoglobim method
06.50 |
Read User's Comments(0)
Shigella dysenteriae
06.43 |
Klasifikasi
Kingdom :
Bacteria
Phylum :
Proteobacteria
Class :
Gamma Proteobacteria
Order :
Enterobacteriales
Family :
Enterobacteriaceae
Genus : Shigella
Species : Shigella dysentriae
Spesies
shigella diklasifikasi menjadi empat serogroup:
- Serogroup A: S. dysenteriae (12
serotypes)
- Serogroup B: S. flexneri (6
serotypes)
- Serogroup C: S. boydii (23
serotypes)
- Serogroup D: S. sonnei (1
serotype).
Grup A-C
secara fisik serupa; S. sonnei (grup D) dapat dibedakan berdasarkan biochemical
metabolisme assays. Tiga kelompok Shigella adalah spesies-spesies penyebab
penyakit utama : S. flexneri adalah spesies yang menyumbang 60% dari
kasus-kasus di negara-negara berkembang; S. sonnei penyebab 77% kasus di negara
maju dan 15% di negara-negara berkembang, dan S. dysenteriae
biasanya merupakan penyebab dari wabah disentri, terutama dalam populasi yang
dibatasi seperti kamp pengungsian.
Morfologi
Batang
ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak, tidak membentuk spora, gram negatif.
Bentuk cocobasil dapat terjadi pada biakan muda. Shigella adalah
fakultatif anaerob tetapi paling baik tumbuh secara aerobic. Koloninya konveks,
bulat, transparan dengan pinggir-pinggir utuh mencapai diameter kira-kira 2mm
dalam 24 jam. Kuman ini sering ditemukan pada perbenihan diferensial karena
ketidakmampuannya meragikan laktosa. Shigella mempunyai susunan antigen
yang kompleks. Terdapat banyak tumpang tindih dalam sifat serologic berbagai
spesies dan sebagian besar kuman ini mempunyai antigen O yang juga dimiliki
oleh kuman enteric lainnya. Antigen somatic O dari Shigella adalah
lipopolisakarida. Kekhususan serologiknya tergantung pada polisakarida. Terdapat
lebih dari 40 serotipe. Klasifikasi Shigella didasarkan pada sifat-sifat
biokimia dan antigenic.
Patogenesis
dan patologi
Shigellosis
disebut juga Disentri basiler . Disentri sendiri artinya salah satu dari
berbagai gangguan yang ditandai dengan peradangan usus , terutama kolon dan
disertai nyeri perut , tenesmus dan buang air besar yang sering mengandung
darah dan lender. Habitat alamiah kuman disentri adalah usus besar manusia,
dimana kuman tersebut dapat menyebabkan disentri basiler. Infeksi Shigella praktis
selalu terbatas pada saluran pencernaan, invasi dalam darah sangat jarang. Shigella
menimbulkan penyakit yang sangat menular. Dosis infektif kurang dari 103
organisme.
Proses
patologik yang penting adalah invasi epitel selaput lendir, mikroabses pada
dinding usus besar dan ileum terminal yang cenderung mengakibatkan nekrosis
selaput lendir, ulserasi superfisial, perdarahan, pembentukan “pseudomembran”
pada daerah ulkus. Ini terdiri dari fibrin, lekosit, sisa sel, selaput lendir
yang nekrotik, dan kuman. Waktu proses berkurang, jaringan granulasi mengisi
ulkus dan terbentuk jaringan parut.
Patofisiologi
Kemasukan
hanya 200 basil Shigella dapat mengakibatkan infeksi dan Shigella dapat
bertahan terhadap keasaman sekresi lambung selama 4 jam. Sesudah masuk melalui
mulut dan mencapai usus, bakteri invasif ini di dalam usus besar memperbanyak
diri.
Shigella
sebagai penyebab diare mempunyai 3 faktor virulensi yaitu :
- Dinding polisakarida sebagai antigen halus
- Kemampuan mengadakan invasi enterosit dan proliferasi
- Mengeluarkan toksin sesudah menembus sel
- Dinding polisakarida sebagai antigen halus
- Kemampuan mengadakan invasi enterosit dan proliferasi
- Mengeluarkan toksin sesudah menembus sel
Struktur
kimiawi dari dinding sel tubuh bakteri ini dapat berlaku sebagai antigen O
(somatic) adalah sesuatu yang penting dalam proses interaksi bakteri shigella
dengan sel enterosit. Dupont (1972) dan Levine (1973) mengutarakan bahwa
Shigella seperti Salmonella setelah menembus enterosit dan berkembang
didalamnya sehingga menyebabkan kerusakan sel enterosit tersebut.
Peradangan
mukosa memerlukan hasil metabolit dari kedua bakteri dan enterosit, sehingga
merangsang proses endositosis sel-sel yang bukan fagositosik untuk menarik
bakteri ke dalam vakuola intrasel, yang mana bakteri akan memperbanyak diri
sehingga menyebabkan sel pecah dan bakteri akan menyebar ke sekitarnya serta
menimbulkan kerusakan mukosa usus. Sifat invasif dan pembelahan intrasel dari
bakteri ini terletak dalam plasmid yang luas dari kromosom bakteri Shigella.
Invasi bakteri ini mengakibatkan terjadinya infiltrasi sel-sel polimorfonuklear
dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga terjadilah
tukak-tukak kecil didaerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah merah dan
plasma protein keluar dari sel dan masuk ke lumen usus serta akhirnya ke luar
bersama tinja.
Shigella
juga mengeluarkan toksin (Shiga toksin) yang bersifat nefrotoksik, sitotoksik
(mematikan sel dalam benih sel) dan enterotoksik (merangsang sekresi usus)
sehingga menyebabkan sel epithelium mukosa usus nekrosis.
Toksin
Semua Shigella
mengeluarkan lipopolisakarida yang toksik. Endotoksin ini mungkin menambah
iritasi dinding usus. Selain itu Shigella dysentriae tipe 1 menghasilkan
eksotoksin yang tidak tahan panas yang dapat menambah gambaran klinik
neurotoksik dan enterotoksik yang nyata.
Gejala
Bakteri
Shigella menghasilkan racun yang dapat menyerang permukaan usus besar,
menyebabkan pembengkakan, luka pada dinding usus, dan diare berdarah. Keparahan
diare pada Shigellosis berbeda dari diare biasa. Pada anak-anak dengan
Shigellosis, pertama kali buang air besar besar sering dan berair. Kemudian
buang air besar mungkin lebih sedikit, tetapi terdapat darah dan lendir di
dalamnya. Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak
timbul nyeri perut, demam, dan tinja encer. Tinja yang encer tersebut
berhubungan dengan kerja eksotoksin dalam usus halus. Sehari atau beberapa hari
kemudian, karena infeksi meliputi ileum dan kolon, maka jumlah tinja
meningkat, tinja kurang encer tapi sering mengandung lendir dan darah. Tiap
gerakan usus disertai dengan “mengedan” dan tenesmus (spasmus rektum), yang
menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare sembuh secara spontan
dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus dewasa. Namun, pada anak-anak dan
orang tua, kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis,
dan bahkan kematian.
Kebanyakan
orang pada penyembuhan mengeluarkan kuman disentri untuk waktu yang singkat,
tetapi beberapa diantaranya tetap menjadi pembawa kuman usus menahun dan dapat
mengalami serangan penyakit berulang-ulang. Pada penyembuhan infeksi,
kebanyakan orang membentuk antibodi terhadap Shigella dalam darahnya,
tetapi antibodi ini tidak melindungi terhadap reinfeksi. Gejala lain
Shigellosis termasuk: nyeri perut, demam tinggi ,hilangnya nafsu makan,
mual dan muntah serta nyeri saat buang air besar . Dalam kasus Shigellosis yang
sangat parah, seseorang mungkin mengalami kejang, kaku kuduk, sakit kepala,
kelelahan, dan kebingungan. Shigellosis juga dapat menyebabkan dehidrasi dan
komplikasi lain yang jarang terjadi, seperti radang sendi, ruam kulit, dan
gagal ginjal
Penularan
Shigellosis
sangat menular. Seseorang dapat terinfeksi melalui kontak dengan sesuatu yang
terkontaminasi oleh tinja dari orang yang terinfeksi. Ini termasuk mainan,
permukaan di toilet, dan bahkan makanan yang disiapkan oleh seseorang yang
terinfeksi. Misalnya, anak-anak yang menyentuh permukaan yang terkontaminasi
oleh shigella seperti toilet atau mainan dan kemudian memasukkan jari-jari mereka
di mulut maka mereka bisa menjadi terinfeksi. Shigella bahkan dapat dibawa dan
disebarkan oleh lalat yang kontak dengan tinja yang terinfeksi.
Karena tidak
membutuhkan banyak bakteri Shigella untuk menyebabkan infeksi maka penyakit
dapat menyebar dengan mudah dalam keluarga dan penampungan anak. Bakteri
mungkin juga tersebar di sumber air di daerahdengan sanitasi yang buruk.
Shigella masih dapat disebarkan dalam 4 minggu setelah gejala penyakit selesai
(walaupun pengobatan antibiotik dapat mengurangi pengeluaran bakteri Shigella
di tinja).
Langganan:
Postingan (Atom)